Aku meringis ketika aku berdiri di atas kakiku yang terkilir. Aku kesal ketika mereka menghujatku. Aku jengah ketika mereka menghakimiku. Aku jenuh ketika mereka menganggapku boneka. Dan aku mengeluh karena mereka tak mengerti.
Aku ingin mengistirahatkan diriku sejenak. Aku baru saja menyelesaikan bacaanku. Satu judul. Cerita di atas kertas. Tokoh yang hidup dalam kertas. Namun, ada rasa yang keluar dari lembaran-lembaran penuh tinta hitam itu.
Aku mengamati para tokoh di atas kertas itu. Mencoba memahami setiap karakter yang telah diciptakan si pengarang. Aku menyukai tokoh-tokoh itu. Aku suka semangat mereka, aku suka kegilaan mereka, dan aku suka ketika mereka tidak mengenal kata menyerah. Tapi aku benci tokoh lainnya. Aku benci mereka yang penuh sesumbar, aku benci ketika mereka berbohong, dan aku benci melihat mereka berlagak sebagai pahlawan ketika mereka bersembunyi di balik punggung orang lain. Membaca buku ini membuatku kembali bersemangat, karena aku tidak mau menjadi pecundang seperti para tokoh yang tidak kusukai itu.
Aku pernah merenung tentang bagaimana ketika mereka yang menghujatku, memandangku dengan sinis, menyalahkanku, menjadikanku boneka, berdiri di sana sebagai aku dan merasakan bagaimana rasanya menjadi aku. Namun, kurasa itu semua sia-sia. Percuma membuat mereka sadar. Toh, sekalipun mereka sadar, lalu apa yang kuinginkan? Membuat mereka kasihan padaku? Tidak, bukan itu yang kuinginkan.
Ketika aku memandang mereka yang berdiri berseberangan denganku, aku menanamkan sebuah keinginan di hatiku untuk tidak menjadi seperti mereka. Aku tidak ingin menjadi seperti mereka yang hanya bisa menuntut, mencaci, memaki, berkata sesumbar, namun senang bersembunyi di balik punggung orang lain, mengikuti jalan orang lain kemudian menyalahkan orang tersebut karena mereka tersesat. Tidak, aku tidak ingin menjadi seperti itu.
Aku ingin kembali tegar, berdiri di atas kakiku sendiri, dan berjalan di jalan yang kupilih.
0 komentar:
Posting Komentar