Bibir
pucatku tersenyum miris. Biarkan para jiwa bebas berangan didengar mereka yang
tuli. Lepaskan khayal melayang ke awan. Bercita gerakkan sang perunggu tua.
Tidak,
para jiwa bebas itu tak rasakan. Sakitnya dipasung. Perihnya dibungkam.
Memar
ini torehkan pahit di dada. Tinggalkan jejak guratan cerita duka. Kubisikkan sebuah
nyata. Mereka lantangkan kebisuan.
Biarkan
jiwa yang terbang terhempas keras. Catat memori tusukan pisau-pisau batu.
Iris
hitamku sembunyi malu. Sang perunggu tua akan terbenam dan para jiwa yang jatuh,
merintih.
0 komentar:
Posting Komentar