Ada tanya dijawabnya. Namun, tanyanya tak terjawab.
Ia di sana tanpa ada yang menyadari. Berdiri tegak di atas kedua kaki rapuhnya. Mencoba tegar layaknya karang.
Rambut hitamnya dipermainkan angin. Kilaunya luntur mengiring badai. Awan kelabu bercermin di matanya. Mata hitam bagai selimut malam. Jarum-jarum air menusuk kulitnya. Menembus, memutus aliran rasa. Ia jatuh ketika alam bernyanyi gaduh.
Ia diam, bangkit. Menengadahkan kepala, berharap melodi merdu.
Kulitnya retak, rapuh melawan raja siang. Peluh mengalir melewati pelipis. Kaki-kaki lemahnya melawan. Ia berjalan, tak mau diam. Berkubang di lumpur ketika hatinya dipasung. Tak ada yang sadari kilau di sudut matanya.
Ia lari, napasnya membisikkan kebebasan. Jantungnya berdetak, menghentak. Anak panah api menancap di bahunya. Membakar, menghanguskan nadi-nadinya. Menusuk hatinya. Mengurung jiwanya dalam sangkar.
Ia jatuh, terluka, buruk rupa.
Namun ia berdiri, di atas kedua kakinya.
Darah menemaninya. Bersiap mendengar alam menyanyi gaduh sekali lagi.
0 komentar:
Posting Komentar