Selasa, 03 Mei 2011

Berpura Tanya

Diposting oleh ainahafizah di 02.42
“Kau meninggalkan ponselmu”, seorang gadis berkulit cokelat meletakkan sebuah ponsel di samping gadis lain yang sedang menyuapkan spageti ke mulutnya. Ia berlalu melewati meja, menarik kursi di hadapan gadis lain yang masih asyik dengan spagetinya.
Terdengar sebuah lagu asing dari ponsel hitam itu. Si pemilik ponsel tetap tak bergeming, masih bergelut dengan spagetinya.
“Hey, Reya! Ponselmu berbunyi”, kata gadis berkulit cokelat itu.
Reya mengangkat kepalanya, mengalihkan perhatiannya dari spageti ke gadis yang sedang memanyunkan bibir di hadapannya.
“Apa?”, tanya Reya.
Dena, gadis berkulit cokelat itu, mendengus. Ia sengaja memanyunkan bibirnya ke arah ponsel hitam yang bergetar sedari tadi.
Reya mengambil ponsel hitamnya dengan tangan kiri, membiarkan tangan kanannya mengaduk-aduk spagetinya. Mata hitamnya menatap layar ponselnya. Mendengus, ia mematikan benda itu lalu meletakkannya kembali ke tempat semula.
“Ada apa?”, tanya Dena. Gadis itu penasaran dengan ponsel teman sekamarnya yang setiap lima menit berbunyi sedari dua jam yang lalu.
“Tidak ada apa-apa”, sahut Reya enteng.
“Nothing my eyes!”, Dena memutar bola matanya. “Asal kau tahu, aku tidak bisa tidur gara-gara ponselmu berbunyi sedari tadi.”
Reya terkekeh, “Kalau begitu, maaf.”
Dena meraih garpu yang ada di sampingnya, kemudian mencoba mengambil sebagian kecil spageti dari piring Reya. “Semudah itu kau minta maaf”, tangan kanannya memasukkan spageti itu ke dalam mulutnya.
“Iya, aku benar-benar minta maaf. Lagipula aku sudah mematikan ponselku, jadi kau bisa tidur sekarang”, kata Reya.
“Ugh, tidak enak!”, seru Dena, mengomentari spageti buatan temannya yang memang tidak pandai memasak.
Reya mendengus geli, “Siapa suruh kau makan!”
Dena kembali memanyunkan bibirnya, kesal. Ia meletakkan garpunya. Kemudian tangannya meraih apel yang ada di atas meja makan tersebut. “Kenapa ponselmu berbunyi terus-menerus dari tadi?”, tanyanya penasaran.
“Oh, bukan hal yang penting”, sahut Reya.
“Jika bukan hal yang penting seharusnya ponselmu tidak berbunyi sedari tadi”, balas Dena.
Reya tersenyum, ia berhenti sejenak dari aktivitas makannya. “Aku hanya tidak mau membuang waktuku.”
Dena mengerutkan keningnya.
“Aku kesal. Seingatku, aku sudah memberi informasi, tapi mereka terus saja bertanya tentang hal yang sama. Entah di mana mereka meletakkan otak dan mata mereka”, lanjut Reya.
Dena terkekeh, “Oh, aku tahu.”
“Kadang aku heran, apakah mereka sudah dewasa atau masih anak kecil. Mereka selalu bersikap dewasa ketika bicara tentang cinta, namun menjadi bayi tatkala berhadapan dengan masalah”, komentar Reya. Tangan kanannya memasukkan spageti ke dalam mulutnya.
“Bahkan anak kecil mampu menggunakan otak kanannya saat otak kirinya butuh bantuan untuk mencari jalan keluar”, tambah Dena sambil tertawa. “Lalu, apa hubungannya dengan ponselmu yang terus berbunyi?”
“Mereka bertanya dan aku terlalu malas untuk meladeni pertanyaan-pertanyaan bodoh itu”, jawab Reya.
“Pertanyaan bodoh?”, Dena mengerutkan keningnya.
“Ya, pertanyaan yang jawabannya selalu dibantah. Percuma mereka bertanya padaku jika pada akhirnya jawabanku dibantah. Anehnya, justru jawaban mereka sendirilah yang mereka gunakan. Mereka mempertanyakan sesuatu yang mana hanya  jawaban mereka sendirilah yang mereka akui kebenarannya. Mereka hanya menghabiskan waktuku percuma. Apa itu tidak bodoh?”
“Sangat!”, komentar Dena.
“Lagipula, percuma aku mengatakan kebenaran, toh tidak akan didengar. Kemudian mereka akan kembali bertanya, lalu kembali membantah. Begitu seterusnya. Percuma meladeni orang yang keras kepala. Jadi, lebih baik aku berpura-pura semuanya benar saja”, Reya menghabiskan suapan terakhirnya.
“Pura-pura ya”, Dena meraih gelas berisi es jeruk milik Reya, kemudian meneguk isinya. Ia mengernyit. “Ugh, asam sekali! Reya, kau benar-benar tidak pandai memasak.”
Reya hanya mendengus.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Aina's Room Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea